Berakhlaklah dengan nama-nama dan sifat-sifat Allah

Syekh Izzudin Abdussalam mengatakan dalam kitabnya, syajaratul maa'rif, bahwa, kalau kita mau jadi orang baik, berakhlaklah dengan nama-nama Allah, seperti Arrahimm, yang maha penyayang. Dia-lah yang maha penyayang kepada semua mahluknya, baik orang yang beriman maupun tidak beriman.

Allah bersifat Jalaalah (Agung), maka agungkanlah Allah, karena tidak ada keagungan sepeerti keagun-Nya.

Bersikaplah dengan Indah, enak dipandang, karena Allah bersifat Indah, tidak ada keindahan yang melebihi keindahan-Nya.

Jika kita berlahlak dengan sifat Ihsan-Nya Allah, maka kita harus melakukan kebaikan pada siapa saja yang kita mampu untuk melakukannya. sebab kedekatan kita kepada tuhan itu sesuai dengan cara kita berkahlak dengan sifat-sifat-Nya

"Laknya adalah kesturi, dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba"

Berakhlak dengan sifat malik, kerjaan atau kekuasaan, adalah dengan mengikuti yang benar dari sumber-sumbernya, mencegah orang yang pantas dicegah, mengangkat orang yang pantas di atas, mengecam orang yang pantas dikecam, menekan orang yang pantas ditekan, memberikan madarat bagi orang yang pantas diberi madarat, dan memuliakan orang yang pantas dan berhak dmuliakan, membalas kepada orang yang pantas diberi balasan, memberi makan kepada orang yang lapar, memberi pakaian kepada yang telanjang, memberi minum kepada yang haus, membantu orang yang terdzalimi dan diintimidasi, mengambil harta sesuai dengan haknya, dan mengembalikanya kepada orang berhak menerimanya. maka siapa saja yang melakukan itu semua, maka Allah akan memberi naungan pada hari tidak ada naungan kecuali naungannya.

Nabi Sulaiman diberi kekuasaan dan kerjaan karena di dalamnya ada kebaikan dan ihsan. begitu juga dengan Nabi Yusuf, ketika menjadi mentri atau bendahara negara mesir. 

"Jadikanlah aku bendahara negara (mesir) sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, dan berpengetahuan"

Maka oleh karena itu, menjadi penguasa atau mempunyai jabatan dan kekuasaan itu bukan hal yang tabu karena sudah ada contohnya, asalkan di dalamnya ada penguasa yang soleh dan selalu bebuat kebaikan dan kemaslahatan manusia.

Sumber "Syajaratul Ma'arif" tangga menuju ihsan.(pusataka al-Kautsar)