Perintah-Perintah Allah yang Tersirat (2)
3. Merenungkan hari kebangkitan. Karena Allah berfirman : " Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang haru kebangkitan (dalam kubur), maka ketahuilah sesungguhnya kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari stetes air mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempuran, agar kami jelaskan kepada kamu" (QS. Alhajj : 5).
"Katakanlah ; "ia akan dihiudpkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali pertama" (QS. Yasin : 79).
"dan menghidupakan bumi sesudah matinya. dan seperti itulah kamu akan keluarkan (dari kubur)." (QS. Arrum : 19).
"dan tidak manusia kitu memikirkan bahwa sesungguhnya kami telah menciptkan dahulu, sedang ia tidak ada sama sekali." (QS.Maryam : 67)
Syekh Al-Izz mengatakan bahwa merenungkan hari kebangkitan merupakan sarana untuk mempersiapkan ha-hal yang berkaitan dengannya, dan berkemas-kemas serta berhias untuk pertemuan dengan Allah SWT.
4. Mempelajari hukum-hukum syariat. (agama). Allah berfirman : " Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka, beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama". (QS. At-Taubah : 22).
Baginda Rasulullah SAW bersabda : " Jika seorang hakim berijtihad kemudian dia benar, maka mereka memperoleh dua pahala". (HR. Al-Bkhari 7352, Muslim : 1716 dari Amr bin Ash).
"Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, maka Dia pahamkan agamanya'" (HR. Al-Bukhari 7212, Muslim : 1037 dari Muawaiyah bin Abi Sufyan).
5. Menggunakan panca Inderawi untuk dapat berfikir sehingga bisa mengenal, seperti mengenal kiblat, waktu Ibadah, bersuci, Najis, dan hal yang dapat merusak keimanan. Melihat, berfikir, atau berpendapat, merupakan aktivitas yang megantarkan pada pengetahuan, keyakinan, atau asumsi. sebab tidaklah mungkin bisa mendekatkan diri kepada Allah dengan sebuah keraguan, ilusi atau delusi. Apalgi untuk meyakini Dzat dan sifat Allah, tidak cukup hanya dengan asumsi atau dengan perkiraan. Tentunya harus dengan keyakinan yang kuat atau pengetahuan. Sebab jika hanya cukup dengan asumsi, maka asumsi itu akan membolehkan sesuatu yang tercela dan kekurangan dari pada Sang Maha kuasa. Sehingga kemudian akan menafikan keagungan dan kebesaran, dan menafika Allah besifat Maha menundukan dan merendahkan. Tetapi ini semua akan berbeda ketika kita sudah yakin seyakin-yakinnya menafikan semua kekurangan dari sang Mahakuasa.

Diskusi