BAPAKKU SEORANG GURU NGAJI JUGA (4)


Pagi itu sangat cerah, hembusan udara yang datang dari hamparan pesawahan begitu sejuk dan segar masuk ke rongga hidung. Meskipun udaranya beraromakan khas pesawahan tapi tidak merubah kesegaran udara tersebut bagi setiap insan yang hidup di tepi sawah, termasuk keluarga pak Saman yang baru beberapa beberapa minggu pindah rumah. 

Pak Saman bersama keluarga sudah menetap di rumah baru. Rumah panggung, sebuah rumah yang dibangun di atas tanah 200 meter, terbuat dari kayu dan bilik bambu. Merupakan suasana baru bagi keluarga mereka, setelah beberapa tahun sebelumnya menetap di kampung sebelah yang bertetanggakan sanak saudara satu nenek. Waktu Rumahpun bekas peninggalan orangtua yang masih bersatuskan dipinjamkan. Tetapi sekarang, berubah suasana baru. Meskipun rumah panggung tetapi itu rumah milik sendiri. 

Suasana di tempat baru sangat berbeda, rumah kelihatan sangat menyendiri, karena di sekelilingnya masih pesawahan, hanya beberapa puluh meter menyambung kekawasan perkampungan warga. Awalnya sangat kaget merasakan suasana yang begitu sepi jauh dari keramaian perkampungan yang biasa penuh dengan suara anak-anak yang sedang bermain, suara pedagang yang lewat, dan suasana orang-orang yang lewat baik dipagi hari maupun sore hari. Tetapi ditempat yang baru ini suasana itu tidak ada. Yang ada hanya suara burung sawah, hembusan angin pesawahan, dan suara kodok dan jangkrik kalau dimalam hari. Biarpun ada suara orang-orang yang lewat, itupun para petani yang hendak pergi ke ladang swahnya dipagi hari dan siang hari menjelang sore waktu mereka pulang dari ladangnya. 

Di tempat baru itulah pak Saman dan keluarga mulai beradaptasi lagi dengan tempat, warga yang terdekat, bahkan dengan tokoh agama setempat. Karena bagaimana pun tokoh agama yang disebut ajengan (ustadz) adalah orang yang sangat dihormati dan menajdi panutan bagi warga masyarakat setempat.  Dengan kegiatan yang diselenggarakan di majelis taklim, ajengan itu bisa menyampaikan ajaran-ajaran keagamaan kepada warga. Anak-anak dan remajapun ramai memakmurkan majlis taklim dengan berbagai kegiatan. Mulai dari kegiatan belajar membaca Al-Qur’an, kitab-kitab kuning, sampai kegiatan seni religi, seperti seni baca Al-Qur’an atau dikenal dengan lagam, musiik rebana, dan gambus. 

Pak Saman bersama keluargapun tidak berjalan lama untuk beradaptasi dengan warga tersebut, karena pak Saman memang seorang guru agama dan orangnya cukup bergaul. Guru agama berarti mengerti tentang agama, baik dari segi peribadatan maupun dari segi keimanan atau akidah islam.  Dengan bekal itulah pak saman bisa bergaul dengan warga setempat, bisa berbgai ilmu agama baik kepada bapak-bapak atau ibu-ibu dengan pengajian mingguannya maupun kepada anak-anak dan remaja dengan pengajian setiap malam. 

Pengajian setiap malam, mulai habis magrib sampai jam pukul 8.30 sudah biasa diadakan oleh pak saman untuk anak-anak dan remaja, kecuali anak-anak yang masih belajar baca Al-Qur’an hanya sampai waktu isya, habis salat isya berjamaah mereka boleh pulang. Tetapi untuk para remaja yang sudah bisa baca Al-Qur’an mereka melanjutkan habis salat isya menyemabung untuk belajar berbagai dispilin ilmu, baik fikih maupun tauhid dengan mengkaji kitab-kitan kuning yang paling dasar, seperti kitab safinatunnaja karya syekh nawawi al-bantani dan kitab tijanun darori. Setelah itu habis subuh bisa dilanjutkan untuk mengkaji kitab Nahwu sharaf atau tatabahasa arab bagi anak remaja yang berminat. 

Kegiatan pengajian anak-anak dan remaja itu dilaksanakan di rumahnya Pak saman sendiri yang cukup untuk menampung anak-anak dan remaja tigupuluh orang, karena belum ada tempat khusus. Karena pak Saman pun masih termasuk orang baru pindahan dan baru punya tempat tinggal seadanya. Adapun kegiatan pak saman dalam memberikan ceramah keagamaan bagi para bapak dan ibu-ibu seminggu sekali bertempat di masjid jami dan majlis majlis taklim yang sudah ada sejak lama. 

Tetapi sejalan dengan waktu yang tidak begitu lama, dan anak-anak yang mengaji di rumahnya pak Saman semakin banyak, sampai rumah pak samanpun tidak dapat menampung sejumlah anak-anak dan remaja sampai kurang lebih tujuh pulahan, maka pak Saman pun berinisiatif untuk membangun madrasah atau majelis taklim khusus untuk anak-anak dan remaja mengaji setiap malam. 

Dengan usaha dan iktiar yang semangat dan sungguh-sungguh, pak Saman yang mulai terkenal di warga masyarakat setempatnya itu, mulai banyak mendapatkan dukungan dan spirit baik dari warganya yang anak-anaknya kebetulan ikut mengaji di rumahnya maupun tokoh masyarakat baik pemerintahan mapun tokoh agama yang lain. Berkat kepercayaan masyarakat dan warga setempat terutama orangtua yang anak-anak mengaji ke pak Saman, pendirian majlis taklim diatas tanah yang cukup luas itu berjalan lancar, sumbangan terus mengalir dari warga baik yang berupa uang, material, maupun tenanga. 

Tidak sampai sebulan pun inisiatif mendirikan majlis taklim ini tercapai meskipun dengan ukuran dan bentuk bangunan seadanya. Bangunan panggung terbuat dari kayu dan bilik bambu seperti halnya rumah-rumah warga setempat lainnya. Tapi bangunan tersebut pastinya lebih luas dari pada rumahnya pak Saman yang selama ini dipakai tempat mengaji anak-anak dan remaja sebelum berdirinya bangunan tersebut. 

Dengan berdirinya bangunan untuk mejalis taklim atuau waktu itu warga menyebutknya dengan madrasah, kegiatan pengajianpun semakin bertambah sejalanya dengan bertambahnya anak-anak dan remaja yang mengaji meskipun hanya pada waktu malam habis magrib. Begitu juga para remaja yang mengaji habis isya dan subuhpun semakin bertambah. Maka madrasah atau majlis taklim itu semakin makmur dan ramai dengan kegiatan pendidikan keagamaan yang di asuh langsung oleh pak Saman sendirian. Betapa sibuknya pak Saman waktu itu. Hari harinya penuh dengan kegiatan pencerdasan masyarakat dan mencetak genarasi para ustadz kampung yang dapat mengemban amanah di masa mendatang.

Dengan statusnya sebagai ASN atau PNS guru agama dibawah departemen agama. Pak Saman tidak pernah meninggalkan tugas dan kewajibannya untuk mengajar di sekolah dimana dia ditugaskan oleh negara. Tetapi dengan kesibukannya juga diluar tugas negara, pak Saman pun mutasi tugas dari tempat mengajarnya yang sangat jauh dari rumah ke sekolah yang dekat dari rumah, bahkan sekolah itu depan percis rumah, hanya terhalang oleh dua rumah. Akhirnya pak Saman pun semakin leluasa waktunya untuk terus mengabdi di masyarakat diluar tugas negara sebagai guru PNS. Pak Samanpun aktif di kelurahan sebagai anggota MUI kelurahan. 

Bahkan setiap masuk bulan ramadan, madrasahnya membuat pesantren kilat lima hari selama bulan ramadan. Setiap habis subuh dibulan ramadan, diadakan juga kegitan kuliah subuh yang diikuti oleh banyak anak-anak dan remaja. Terutama anak-anak sekolahnya yang ada di satu kelurahan. Mereka sangat membludak setiap kuliah subuh. Karena mereka sangat merasakan kesan tersenndiri mengikuti kuliah subuh itu, di samping juga sebagai tugas mereka dari sekolahannya. 

Semenjak pak Saman mutasi tugasnya di skolah SD dekat rumahnya,  belaiu sering mengadakan kegiatan pembelajarannya di madrasah atau majlis taklimnya. Kenapa? Karena supaya anak-anak belajar tidak hanya tiori, mereka harus belajar praktek juga. Beajar bagaimana cara salat yang betul itu tidak cukup ditulis di buku, tapi harus dipraktekan. Maka pak saman membawa anak-anak siswanya ke madrasah rumahnya. Karena di sekolah tempat dia mengajar tidak ada ruang untuk mengadakan praktek ibadah. Di madrasah rumahnyalah, pak Saman mendidik siswa-siswinya bagaimana cara salat yang benar, bagiaman gerakannya, bagaimana bacaany dan bagaiman psoisis anggota badannya, ketika berdiri, ketika takbiratul ihram, ketika ruku, ketika, i’tidal, ketika sujud, ketika duduk anatar dua sujud, dan ketika duduk tahiyat awal dan akhir. 

Rusman dan Rina, kedua anak pak Saman terebut sudah masuk sekolah di SD ketika pak Saman beralih tugas mengajarnya ke skolah dekat rumahnya. Rusman anak pertama sudah kelas dua dan Rina anak kedua baru kelas satu. Maka Rusman dan Rina pun di sekolahnya diajarin juga sama ayahnya, pak Saman sebagaimana anak-anak yang lainnya. Rusman yang duduk di kelas dua, terlihat semangat belajar di sekolahnya semenjak ada ayahnya sebagia guru juga. Begitu juga Rina adiknya Rusman. Bahkan saking semangatnya, Rusman dan Rina pun sering minta uang jajan lagi di sekolah, padahal di rumahnya pun sebelum mereka berangkat ke sokolah sudah diberikan uang jajan. 

Begitu juga di rumahnya, Rusman dan Rina sperti anak-anak dan remaja lainnya, ikut mengaji kepada ayahnya. Rusman yang masih duduk di kelas tiga waktu itu sudah mulai belajar mengaji kitab kuning, kitab fikih safinatunnaja, kitab tauhid Tijanud darori, dan kitab tatabahasa arab, jurumiyah dan sharaf kailani bersama anak –anak remaja yang sudah SMP waktu itu kepada ayahnya. Bahkan Rusman sering tidur menginap bersama mereka di madrasah, tidak tidur di rumahnya, karena kebanyakan anak-anak remaja yang ikut mengaji bada subuh tidak pulang. 

Begitulah sehari-hari Rusman dan Rina adiknya semenjak ayahnya, pak Saman, bertugas mengajar disekolah tempat belajarnya mereka. Tetapi suasana seperti itu hanya berjalan tiga tahunan. Semenjak Rusman duduk di kelas lima dan adiknya Rina di kelas empat, ayah mereka, pak Saman sudah tidak lagi bertugas di sekolah tersebut. Bahkan pak Saman, ayah mereka sudah tidak bertugas lagi meengajar,  tetapi bertugasnya di kantor urusan agama ( KUA). Sebuah pekerjaan baru bagi pak Saman, akan tetapi masih ada kaitannya dengan keagamaan. Di KUA ini, pak Saman bertugas menjadi seorang Naib, atau pegawai yang khusus untuk pernikahan. Tetapi itu merupakan tugas negara yang baru djalani oleh pak Saman. Karena aktivitas mengajarnya tetap tidak pernah ditinggalkan, apalagi memberikan ceramah keagamaan di setiap majlis taklim di masyarakat setempat. begitu juga anak-anak remaja yang mengaji di madrasahnya dari habis magrib, habis isya dan habis subuh tetap berjalan seperti biasa. 

Tetapi Rusman yang duduk di kelas lima, sudah tidak ikut mengaji di rumahnya bersama ayahnya, tetapi sekarang dia sudah disuruh ayahnya sendiri untuk mengaji ke tempat lain. Yaitu ke tempat Uwanya yang berada di kampung tempat kelahiran ayahnya dulu. Kira-kira jaraknya sekilo dari rumahnya. Setiap sore bada asar Rusman pergi ke kampung sebelah itu dengan mengendarai sepedah mininya. Setiap hari, Rusman harus menginap di rumah uwanya itu, karena harus mengikuti pengajian habis isya dan subuh. Jadi Rusman tidak memungkinkan pulang ke rumahnya sehabis pengajian isya, karena terlalu malam untuk ukuran anak seperti Rusman harus jalan sendirian di waktu malam seperti itu. 

Hari minggu itu semua anggota keluarga, sedang berada di rumah semuanya. Baik pak Saman, maupun bu Rahmah. Dia tidak jualan sayuran.

Man ! sini sebentar.... ! ayahnya memanggil rusman yang sedang duduk bermain di teras depan dengan adiknya Rina.

Ya ayah,...sahut Rusman kepada ayahnya yang memnaggil dari ruang tamunya sambil mengahdap segelas kopi pahit. 

Ayo duduk situ ! ayahnya menyuruh duduk di sebelahkanan kursi sudut yang kelihattan masih baru. 

Baik yah... jawab Rusman sambil menjatuhkan badannya ke kursi. Biasa perlakuan anak sebesar Rusman masih banyak barmain dan bercanda.

Man ! gimana ngajinya di Uwa? Ayahnya bertanya tentang mengajinya yang selama sudah hampir seminggu Rusman jalani di tempat uwanya, tempat kelahiran ayahnya itu. 

Enak yah, banyak yang ngajinya, tapi rusman ngajinya sama Aa Akmal, karena kalau sama Uwa Alam, yang ngajinya sudah gede-gede. Jawab Rusman panjang sambil tangannya megang mainan. 

Oh yah... ngajinya sama Aa Akmal? Tapi yang ngaji banyak juga? Tanya lagi ayahnya sambil menyuruput kopi penghabisan.

Banyak juga, ada dua belasan orangan yah, mereka sudah pada SMP yah, hanya rusman aja yang paling kecil? Jawab lagi rusman sambil sedikit cerita teman-teman mengajinya.

Oh.. gitu, yaaa.. tidak apa-apa, berarti kamu hebat dong, karena masih kecil kelas lima sudah bisa bareng ngaji sama anak-anak SMP yang lebih besar dari kamu. Jelas ayahnya sangat memotivasi Rusman yang dari tadi megang mainan bebeletokan dari bambu, sekali-kali dimainankan sehingga keluar suara speerti suaranya petasan. 

Tapi yah, aku jadi sering diisengin sama mereka, suka diejekin lagi. Cerita lagi Rusman kepada ayahnya. 

Loh kenapa? Paling Rusmannya suka mulai iseng kali? Ayahnya sedikit bercanda 

Oh.. iyah ngaji apa saja di Aa Akmal? Ayahnya lagi bertanya 

Sama ngajinya dengan di sini, habis magrib baca Al-Qur’n sama tajwidnya, terus habis isya ngaji kitab safinah, kitab tijanuddarori, terus habis subuh ngaji jurumiyah dan tasrifan. Kalau malam jumat, khusus nagji lagam sama baca barjanji. Jawab lagi Rusman.

Oh belajar lagam, Siapa yang ngajarin? Ayahnya balik tanya. Sambil kelihatan muka berseri. 

Yang ngajar lagam pak Eman, yah, pamannya Zaki. Jawab Rusman. 

Oh iyah, pak Eman. Bagus suaranya yah? jelas dan balik tanya ayahnya

Bagus yah., aku juga seneng belajar lagam yah. jelas Rusman kepada ayahnya. 

Memang Rusman kecil itu sudah kelihatan kesukaannya dalam melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan lagam atau naghom seperti halnya para qari qariah yang terkenal itu, seperti Nanang Qosim, Muammar, Humaidi, Maria Ulfa, dan qori ciliknya, yaitu Heri Qusaeri dan Asep Heryanto. Kegemeran Rusman terhadap seni baca Al-Qur’am ini didukung oleh ayahnya dengan sering dibeliin kaset kaset Al-Qur’an dari para Qari dan Qariah terkenal tersebut. 

Disamping itu juga, ayahnya suka menyuruh Rusman untuk tampil di berbagai acara kegamaan, baik di acara pernikahan, maulud nabi, memperingati isra mi’raj (rajaban), maupun acara tablig akbar sebagai qari atau pembacaan ayat-ayat Al-Qur’an. 

Bahkan Rusman semakin besar, semakin berkembang bakatnya, sehingga ayahnya meberanikan untuk memboyong Rusman untuk ikut di ola sesetiap acara lomba tilawah Al-Qur’an atau MTQ dari mulai tingkat mushola se RW kampungnya sampai ke tingkat kabupaten Bandung dan kotamadya Bandung juga pernah diikutinya. Yang terkahir ini, Rusman sebagai peserta cabutan mewakili kecamatan cibeunying Kaler  salah satu kecamatan yang ada di kota Bandung. 

Zaki adalah salah seorang anak Uwanya, tempat Rusman mengaji. Kebetulan Zaki ini adalah seusia sama Rusman, bahkan sekolahnya satu tingkat, yaitu kelas lima. Jadi Rusman sebenarnya tidak begitu kesepian setiap menginap di rumah Uwanya itu, karena ada teman sepantaranya yaitu, Zaki. Cuman Zaki itu, meskipun anaknya seorang kiai yang seharusnya sama –sama dengan Rusman mengaji kitab, tapi dia malah tidak ikut ngaji kitab. Dia malah bergabung sama anak-anak lain yang masih belajar baca Al-Qur’an.  Jadi kalau pas ngaji kitab sama anak-anak SMP, rusman merasa tidak ada teman setiap kali diejekin dan dikerjain sama kakak-kakak kelasnya. 

Tapi waktu itu, Rusman meskipun santri paling kecil waktu mengaji di Uwanya ini, dia merasa paling pintar dan paling rajin juga. Karena Rusman ini memang sudah berpengalaman lebih lama dalam mengaji kitab-kitab yang diaji oleh teman-temanya ini. Pengalaman mengaji kita dari ayahnya, sehingga dia lebih duluan faham apa yang dikaji selama ini dari kitab-kitab terutama dalam bidang nahwu sharaf dari teman-teman yang lainnya.

Man! Panggil ayahnya pada suatu hari saat Rusman berkumpul sama keluarga semuanya, baik ayahnya, ibunya, adiknya, dan neneknya. Lima orang anggota dalam keluarga pak Saman yang sangat memperhatikan pendidikan agama terhadap anak-anaknya. 

Iya ayah, sahut Rusman

Nanti kamu harus meneruskan sekolahnya dengan mondok sekalian, biar bisa meneruskan mengaji kitab-kitabnya ke lebih tinggi lagi. Tambah ayah menjelaskan kepada anak pertamanya itu.

Mondok itu apa yah? Rusman langsung menimpalin omongan ayahnya dengan menanyakan maksud dari pada mondok itu. 

Mondok itu, tinggal di pesantren untuk mengaji tapi tidak pulang-pulang, harus menginap disana. Ngaji, sekolah, Tidur, makan, dan mandi disitu. Lanjut ayahnya menjawab apa yang ditanyakan anaknya Rusman.

Tidak pulang-pulang yah, terus gimana, aku sama siapa dong? Rusman balik tanya, semakin penasaran saja spertinya.

Iyah nanti disana banyak teman-teman dari mana-mana, dari jauh juga rumahnya, nanti makan bisa masak sendiri bisa juga beli, tidur juga sama-sama teman satu kamar rame-rame. Nyuci baju juga sendiri, makanya dari sekarang belajar nyuci sendiri yah.. !  lanjut ayahnya sembari senyum kecil dan tatapan matanya penuh motivasi dan spirit terhadap anak laki-lakinya ini.

Aku belum tahu yah, kaya gimana pesantren itu? Disini siapa yang sudah mondok di pesantren yah? kembali rusman bertanya penuh penasaran dengan apa yang dijelasin sama ayahnya. 

oh mau tahu dari sekarang? Ya udah nanti kita kapan-kapan lihat –lihat pesantreannya yah? disini ada yang sudah mondok, itu aa Agus anaknya uwa memed yang sudah tiga tahun mondok, nanti main juga ke rumahnya yah. jelas ayahnya semakin bertambah penasaran bagi Rusman. Uwa memed itu, adalah masih saudaranya pak Saman, ayahnya Rusman. Jadi kalau nyebut uwa memed, berati memang itu seolah kakaknya pak Saman. Makanya wajar kalau Rusman itu manggil ke anaknya pak memed itu, Aa atau kakak. 

Iyah yah, aku harus tahu dulu kaya gimana pesantren itu, kapan yah mau lihat-lihat ke pesantren? Oh anak uwa memed di pesantren juga yah yah? tanya terus Rusman kepada ayahnya. Semakin yakin saja ayahnya melhat anaknya yang sudah mau SMP ini, kemauannya untuk mondok. Dan memang difikiran pak Saman dan renacananya,semua anak-anaknya harus masuk pesantren. Seperti halnya dia sendiri zaman dulu. Cuman dirinya dulu mondok itu tidak sempat lama hanya beberapa bulan, selama dia sekolah di PGA. Sekolah pendidika guru agama. Dan karena kurang biaya untuk melanjutkan mondok.



Pak saman ini besar dengan ibunya tanpa didikan ayah. Karena sejak kecil pak saman ini sudah ditinggal ayahnya. Konon ayahnya ini meninggal secara misterius, tidak jelas dimana dan kapan meninggalnya. Tauhu-tahu sudah ada kabar ke keluarga atau istrinya, atau ibu pak saman, bahwa suaminya sudah meninggal tertembak oleh tentara pemerintah, karena dicurigai sebagai salah satu anggota gerakan DITII. Sebuah organisasi yang merongrong pemerintahan yang sah dengan tujuan untuk mendirikan negara islam. 

Tapi meskipun mondok hanya sebentar, pak Saman kelihatan sangat berkesan sekali karena, dan berusaha menularkan pengalaman dan juga keinginnannya kepada anak-anaknya sendiri juga kepada anak-anak yang belajar mengaji sama beliiau. Bahkan  dia bisa memanfaat ilmu di pondok itu ke anak-anaknya hususnya. Pak saman juga bisa menyampaikan ceramah –cermaah agama di tempat pengajian atau majlis-majlis taklim. Di samping dia juga sebagai guru agama PNS. 

Baik, Rusman, nanti hari minggu depan kita main lihat-lihat pesantrennya A Agus Wa Memed yah ! jelas pak saman ke anaknya, Rusman, untuk mengajak lihat-lihat pesantren yang akan dimasukinnya SMP nanti. 

Asiikk, beneran yah? memang dimana yah tempatnya, jauh yah? Rusman langsung bertanya tempatnya pesantren yang dia kunjungi dan melanjutkan sekolahnya SMP nanti.

Nama pesantrennya Baitul Anwar, tempatnya di Lembur Awi Ciparay, ya lumayan jauh, kira-kira sejam setengahan perjalanannya. Jelas pak Saman menanggapi pertanyaan anaknya. 

Oh jauh juga ya yah, terus nanti pake apa kesananya, pake motor aja? Rusman terus bertanya pada ayahnya. Kelihatan sudah tidak sabar lagi ingin melihat segera yang namanya pesantren. Ingin segera melihat suasana pesantren yang tempat banyak orang mengaji setiap setiap siang dan malam, salat selalu berjamaah, tidur bareng-bareng satu kamar dengan teman-teman lainnya, juga makan masak sendiri atau bisa beli, memcuci pakaian juga sendiri. Sudah kebayang sama Rusman akan semua itu. 


ORDER VIA CHAT

Produk : BAPAKKU SEORANG GURU NGAJI JUGA (4)

Harga :

https://www.httpsruyatismail.my.id/2022/08/bapak-seorang-guru.html

ORDER VIA MARKETPLACE

Diskusi