Masuk Pesantren Keinginanku (5)
Pondok pesantren pada umumnya membahas keilmuan, mulai dari tata bahasa, nahwu dan sharaf, tafsir, dan membaca Al-Qur’an (qiraat), tauhid, fiqih empat madzhab, umumnya imam syafii, akhlak, mantiq, sejarah, hingga tasawuf. Selain itu, aksara jawi, yaitu huruf arab dengan bahasa melayu, kian memanipulasi pesantren sebagai pusat transfer ilmu yang menghubungkan corak khas nusantara di tengah tengah dunia islam.
Di antara pondok pesantren, ada beberapa ciri khas, antara lain, di antara yang terkenal di antara para kiai atau para pemimpin pesantren. Kemudian, kehidupan yang sederhana atau yang disebut zuhud, kemandririan gotong royong, pemberlakuan antar agama, serta peartisipasi di tengah masyarakat sebagai pemberi solusi dan mengayomi, alih alih ekslusif. Selain itu tekhnik yang didukung juga terbilang unik. Adanya prgram halaqah dan hafalan atas teks teks dasar keilmu agamaan membuat nama pesantren semakin dikenal masyarakat sebagai tonggak ilmu agama yang kuat dan sebagai munculnya keberkahan
Pagi di hari minggu itu, cuacanya sangat cerah, udara yang menghembus dari arah hampran pesawahan sangat segar masuk ke lubang hidung saat menciumnya. Seperti itulah suasana sehari-hari khususnya di pagi hari, bagi orang-orang yang tinggal di pesisir sawah. Disamping itu, pada saat siangnya, cuaca terasa panasnya, karena terik sianr matahari langsung mengenai tubuh-tubuh manusia, tanpa melewati pohon-pohon atau bangunan-bangunan yang dapat mengurangi panasnya terik sinar matahari.
Begitu juga yang dirasakan oleh keluarga pak Saman beserta keluarga. Tidak terasa mereka tinggal di tempat baru itu, yaitu di pesisir sawah, sudah hampir setahun. Sungguh ada perubahan yang sangat mencolok bagi keluarga pak Saman, yaitu penampilan kulit mereka, terutama kult muka kelihatan berubah agak coklat keabuan, kulitnya jadi aga burik. Sangat kelihatan kalau mereka berkunjung ke sanak saudaranya di tempat asalnya. Demikianlah memang, keluarga pak saman sehari hari disengatin teriknya matahari dicampur dengan bekas bekas lumpur sawah yang sudah mnegering menempel dikulit.
Tetapi semua itu tidak menjadi masalah bagi keluarga pak Saman, meskipun sering ada ejekan atau candaan yang memang kenyataan dari sanak saudara atau dari orang lain yang sudah mengenalnya. Sehari-hari berjalan dengan lancar begaikan air mengalir ke semua arah yang paling rendah. Bagaikan perjalanan matahari yang terbit dari sebelah timur dan terbenam disbelah barat.
Keluarga pak Saman pada pagi hari minggu itu, sudah bersiap-siap untuk pergi melihat-lihat pesantren yang pernah diobrolkan sama anaknya yaitu Rusman. Tidak ketinggalan ibu Rahmah, ibunya Rusman sudah menyiapkan perbekalan untuk diperjalanan yang akan menempuh sejam setengah, merupakan waktu yang lumayan lama bagi anak-anak. Makanya bu Rahmah menyiapkan makanan secukupnya, biar tidak harus mampir di warung makan atau di tempat-tempay jajanan jika mereka lapar atau hanya sekedar mau cemilan-cemilan.
Pak Saman pun sudah siap, penampilannya yang menyesuaikan karena mau mengunjungi pesantren tentunya harus memakai peci meskipun tidak lengkap dengan sorbannya. Begitu juga Rusman dan adiknya Rina yang sudah siap dengan memakai baju muslimnya lengkap pakai peci. Adiknya Rina yang masih kelas lima SD itu biasa memakain pakaian yang rapi.
Merekapun berangkat tepat pukul delapan pagi dengan mulai menaiki becak dari dekat rumahnya menuju jalan raya utama. Becak satu dinaikin oleh Pak Saman dengan Rina, dan becak satu lagi dinaikin oleh Rusman dan Ibunya. kedua becak yang mengangkut mereka pun mulai jalan dengan mengarungi jalan desa yang masih tanah dan kerikil bebatuan. Seitar setengah kiloan jarak antara rumah dengan jalan raya utama, jadi tidak terasa, lima belas menit sudah sampai di jalan raya utama, yaitu Cikijing. Merekapun turun dari becak, pak Saman pun mengeluarkan uang untuk ongkos becaknya kemudian diberikan ke tukang becaknya.
Suasana jalan raya utama kelihatan ramai dengan berbagai kendaraan, mulai dari motor, mobil angkot, mobil-mobil priabadi, dan begitu juga bis-bis antar kota antar provinsi saling melewat jalan raya utama itu. Disamping itu spanjang jalan raya utama Rancaekek –Garut itu sampin kanan-kirinya penuh dengan bangunan pabrik-pabrik tekstil orang asing. Suasana bertambah ramai ketika pada jam bubaran atau pergantian sip para pegawai pabrik tersebut.
Tidak lama kemudian berhentlah sebuah mobil angkot jurusan cicalengka di depan mereka. Angkot itu kelihatan masih kosong meskiun ada bebrapa penumpang, tetapi kelihatan masih cukup untuk menamoung empat orang lagi. Merkapun tidak banyak pertimbangan, akhirnya naiklah mereka ke angkot itu.
Pak Saman dan Rina anak perempuannya mengambil temapt duduk di depan dekat supir adapun Rusman sama ibunya mengambil temat duduk di belakang.
Kang ! turun di pameumpeuk yah, tempat angkot jurusan majalaya! Pak Saman mulai menyapa supir angkotnya untuk memastikan dan mengingatkan supaya tidak lupa.
Mangga pak, bade ka majlaya? ! Jawab supir itu sambil senyum simpul dan meyakinkan kepergian pak Saman itu.
Betul mau terus ke majalaya. Pak saman langsung menjawab pertanyaan supir angkot itu.
Angkot itupun mulai melaju kembali ke arah Cicalengka. Nampak kelihatan sepanjang perjalanan Cikijing –Cicalengka sangat padat dengan kendaraan. Samping kanan terlihat nampak bangunan pebarik Vonex yang bergitu besar dan luas. Lengkap dengan arena olah raganya, baik lapangan sepak bola maupun bulu tangkis, sangat kelihatan dari luar pagar besi yang kokoh pabrik kepunyaan orang jepang itu. Kemudian stelah bebrapa ratus meter, di samping kiri nampak lagi pabrik kwalram tidak kalah besar dan luas areanya. Pabrik ini katanya kepunyaan orang India dan pabrik paling tua dan lama dibanding dengan pabarik-pabrik lainnya. Kelihatan jelas dari angkot di dalam pabrik itu ada arean yang berisikan bangunan yang sangat kontras dan penuh warna warni dan dilengkapi oleh patung-patung yang agama hindu.
Kedua pabrik ini merupakan pabrik yang paling besar sepanjang perjalanan anatar cikijing-cicalengka. Banyak lagi pabrik-pabrik lainnya yang dibawak kedua pabrik Vonex dan Kwalram besarnya. Dan kedua pabrik ini merupakan tempat tumpuan para warga penduduk Ranacekek Cicalengka dan sekitarnya untuk melamar pekerjaan. Bahkan sepertiga dari penduduk Rancaekek dan cicalengka bekerja sebagai pegawai pabrik. Bahkan para remaja yang tamatan SMP dan SMA yang langusng melamar kerja di kedua pabrik ini.
Tidak teraasa perjalan menuju Pameumpeuk Cicalengka sudah hampir sampai, merekapun siap-siap untuk turun. Karena angkot yang ditumpanginya hanya melewatinya dan kan terus ke tempat trayeknya yaitu Alun-alun Cicalengka.
Mangga pak, sudah sampai pameumpeuk dan itu angkot-angkot yang ke majalayanya! Sahut supir angkot mengingatkan pak Saman yang dari tadi ngobrol sama anak perempuannya, Rina.
Oh iyah.. teriamakasih kang ! ayo siap-siap neng! Nyiiii, ayo turun di sini ! jawab pak Saman sambil memanggil istri dan anaknya Rusman.
Turunlah mereka di Pameumpeuk, sebuah tempat pertigaan, dimana angkot-angkot dan mobil mobil preman yang ke arah majalaya pada nagkring. Suasana tidak terlalu ramai, bahkan lebih banyak sepinya. Hanya kelihatan sebuah toko sembako dan studio foto yang dapat meramaikan suasana pertigaan ini. Angkot trayek ke majalaya juga begitu banyak hanya beberapa angkot yang negetem menunggu penumpang penuh. Kelihatan kurang peminatnya perjalanan menuju ke majalaya ini.
Ayo kita nyebrang, hati-hati lihat kanan-kiri ! sahut pak Saman ke semuanya sambil memegang tangan Rina. Rusmanpun dipegang sama ibunya.
Suasana tampak sepi, angkot –angkot pun pada ngetem sambil menunggu pemumpang penuh. Keluarga pak Saman pun masuk ke angkot yang paling depan, yang duluan ngetem.
Ayo pak masuk! Kita beranglat sekarang. Sahut ak supir angkot jurusan majalaya itu, mengajak masuk keluarga pak Saman, sambil menggas mobilnya. Supaya kelihatan mau langsung berangkat, padahal sudah pada tau, jarang angkot beragkat dengan kosong penumpang, jarang kalau ada juga. Pasti semuanya akan menunggu penuh dulu.
Majalaya pak, sebentar yah, ! sahut lagi supir angkot itu sambil, manggil –mangigil calon para penumpang dari ari sebrang jalan.
Ayo majalaya, majalaya, majalaya..... ! suaranya keceng sekali, supir angkot itu memanggail calon penumpang. Sambil menjalankan angkotnya pelahan-lahan.
Hampir setengah jam angkot itu ngetem. Akhirnya melaju juga angkot itu, setelah penumpangnya sudah hampir setengahnya memenuhi angkotnya. Keluarga pak Saman yang sudah pegal dan kesal dari tadi menunggu lajunya angkot itu, akhirnya lega. Karena waktu semakin siang dan harus sampai ke tempat tujuan yaitu pesantren sebelum jam sepuluhan.
Dengan meniti jalan raya utama cialengka-majalaya yang tidak begitu ramai, rumah-rumah penduduk yang tampak samping kana dan kiri jalan juga kelihatan jarang. Yang tampak hanya hamparan sawah yang luas dan sedang menguning dan menjadi pemandangan yang indah dan menambah suasana perjalanan menjadi nyaman dan sejuk karena hembusan udara murni dari hamparan sawah di bawah pegunungan yang nampak sangat asri.
Hampir setengah perjalanan antara jarak Cicalengka dan Majalaya, para penumpang angkot itu tidak bertambah dan berkurang. Semuanya dalam keadaan tenang dan kelihatan nyaman. Semuanya menikmati perjalanan. Sebaian mereka ada tertidur meskipun dalam keadaan posisi duduk bersender di jok mobil yang memanjang ke belakang. Ada juga yang matanya kelihatan sedikit mengantuk, kelihatan bola matanya yang membuka dan menutup. Seolah olah ingin rasanya tidur tapi apa daya, takut kebablasan yang akhirnya tempat tujuannya kelewatan.
Begitu juga yang dialami oleh keluarga pak Saman, mereka sangat menikmati perjalanannya dengan tidak ada rasa kantuk sedikitpun, karena mereka merasa perjalan tersut merupakan kesempatan untuk menikmatinya. Jarang sekali mereka melakukan hal ini, karena ksesibukan pekerjaanya sehari-hari.
Tidak terasa perjalanannya sudah setengah jam, akhir supir angkot itu sudah memebertahu bahwa perjalanan sudah habis dan sampai pada tujuan.
Alhamdulillah neng sudah sampai, hayu turun! Sahut pak Saman yang duduk disamping pak supir itu menagajak anak yang perempuannya Rina untuk siap-siap turun, sambil melihat kebelakang dan memanggil juga istri dan anak laki-lakinya, Rusman.
Angkotpun berhenti di arean terminal Majalaya. Tampak terminal cukup ramai meskipun areanya tidak begitu luas. Kelihatan mobil-mobil angkot dengan berbagai trayek dan jurusan berbaris rapi di area terminal itu.
Dibarisan para angkot itu, ada angkot warna hijau tua, yang bertuliskan depan atasnya Majalaya – Lembur awi. Angkot itulah yang akan dinaikin oelh keluarga pak Saman. Dengan tidak banyak menunggu apa lagi, merka masuk angkot itu tanpa dipersilahkan karena sudah penuh ketika dinaikin oleh mereka. Akhirnya langusng angkot itu melaju perlahan keluar terminal.
Dengan melewati para pedagang kanan kiri baik yang bertempatkan banguna toko rummah, toko biasa, kaki lima, maupun yang beralaskan gelaran tikar, suasana di sekitar terminal itu semakin ramai, laju angkotpun berjalan perlahan-lahan. Setelah melewati area para pedagang, angkotpun melaju semakin kencang dan masuk ke jalan raya utama semakin kencang lagi. Angkot itu melewati persawahan dan perkebunan yang sangat hijau, ditambah jalan yang aga naik karena, memang pesantrenya yang akan dikunjungi itu bertempat di dataran tinggi.
Setelah melewati beberapa tanjakan dan turunan, kemudian sampai disebuah pasar yang orang menyebutnya jalan cagak, karena memang posisinya di jalan yang berbentuk cagak. Kemudian stelah melewati pasar tesebut beberapa puluh meter, tampaklah sebuah papan nama berwana dasar putih yang bertuliskan warna hijau “ Ma’had Baitul Arqam Al-Islami”.
Baik saya turun di sini pak yah ! sahut pak Saman kepada supir angkot, sambil membuka pintu mobilnya.
Oh disini pak? Mannga, Silahkan ! jawab pak supir angkot sambil mengerem tangan mobilnya dan melihat lihat penumpang yang ada di belakang.
Iyah, terimakasih pak supir ! pak Saman lanjut berterimakasih sambil mulai mengakatkan kaki kirinya untuk turun. Kemudian diikuti anaknya Rina dan begitu juga istrinya dan Rusman yang kelihatan sudah tdak tahan ingin segera melihat-lihat pesantren ini.
Setelah mereka turun dari angkot dan membaca tulisan lengkap dari papan nama yang berdiri di pinggir jalan itu. Ma’had Baitul Arqom Al-Islami, MI, MTs, Aliyah, Lembaga Bahasa Arab, Lembaga Bahasa Inggris, dan takhosus Diniyah. Selain dari pesantren dan sekolah, percakapan bahasa arab dan inggris juga diterapkan juga.
Pak saman bersaam keluarganyapun mulai masuk lewat pintu gerbang pesantrean. Terlihat pertama sebelah kanan dan kiri pintu masuk itu ada dua rumah yang mengahdap ke jalan raya dan di belakangnya ada bangunan yang kelihatan dalam ruanganan tersebut ada beberapa santri putri yang sedang membaca Al-Qur’an. dan di samping kana gedung tersebut ada bangunan yang nampak masih baru berwarna putih dan sangat kokoh sekali dari postur bangunannya besi beton besar sekali. Tampak sekilas sperti bangunan pabrik yang ada disepanjang jalan antara ranaceke-cicalengka yang dilewatin tadi.
Tetapi ternyata bangunan tersebut adalah masjid, karena terlihat di dalamnya banyak santri putra yang sedang membaca Al-Qur’an dan sebagian yang sedang melaksanakan salat duha. Di belakang Masjid tersebut ada bak besar yang meninggi yang mungkin itu tempat berwudul karena dilengkapi dengan beberapa keran air disekelilingnya.
Kemudian disamping bak besar tempat berwudu itu, ada bangunan yang bertuliskan, ASRAMA PUTRA ASY-SYAJA’AH di depan pintu masuknya. Banguna tersbut berbetuk persegi panjang yang teridiri dari beberapa kamar yang melingkar dan di tengah-tengahnya kelihatan ada ruang kosong yang tidak beratap. Terlihat beberapa santeri sedang dududk di lantai tengah-tengah kamar-kamar yang melingkar itu.
Kemudian di depan bangunan asrama putra Asy-syaja’ah, terdapat halaman luas yang dikelilingi oleh dua rumah kiai, asrama putra, dan bangunan sekolah yang sangat luas dan permanen. Dan sebelah kirinya ada lapangan luas juga, nampak gawang bolanya, berarti itu lapangan bola.
Kmeudian pak Saman dan Rusman anaknya, menghampiri ruangan yang bertuliskan kantor MTs dan mereka pun memasukinya. Adapun Ibu Rusman dan Rina anak putrinya menunggu di luar sambil melihat-lihat ke ujung gedung baru dan permanen itu.
Assalamu’laikum.. ! pak Saman masuk sambil mengucapkan salam ke ruangan kantor MTs yang terdapat beberapa orang di dalamnya.
Waalikumsalam warohmatullahi wabarokatuh. Jawab bebrapa orang yang mungkin memperhatikan pak Saman dan anaknya masuk.
Eh... ada orang Rancaekek ni...Silahkan pak masuk dan duduk sebelah siini pak! Sahut orang yang menjawab itu tampaknya sudah mengenal pak Saman. Karena orang itu menyapa pka Saman dengan sebutan asal daerahnya. Orang ini sangat lain penampilannya, berpakaian koko lengkap dengan sarung peci sorbannya yang putih, setengah tua, karena kelihatan janggut yang keputihan. Dengan suaranya yang alon tapi sangat berwibawa. Dan orang-orang di dalam ruangan itu tampaknya aga aneh dan pada salah tingkah dan tubuh mereka semuanya pada rengkuh dan menundukan kepala. Sepertinya tidak berani melihat wajah orang yang tadi menjawab salamnya pak Saman itu.
Dimata pak Saman, orang yang bernampilan wibawa itu sudah tidak asing lagi. Pak Saman sudah mengenalnya sejak lama, karena orang itu tidak lain sesungguhnya adalah sesepuh atau pimpinan pesantren ini. Pak kiai ini juga karena sering berceramah ke daerah atau ke kampungnya pak Saman. Apalagi pak kiai yang bernama lengkap KH. Ali Imron ini seorang aktivis Pemuda Ansor NU yang giat dalam meperjuangkan ke NU an di daerah Bandung sekitarnya.
Gimana Rancaekek khususna jelegong dan linggar kabarnya? Orang itu tiba-tiba bertanya kepada pak Saman kabar daerah Rancaekek terutama kamoung Jeleging dan Linggar. Dua kampung ini memang merupakan kampung bagian dari kecamatan Rancaekek.
Alhamdulilah pak yai, semuanya para tokoh di sana sehat walfiyat, pak Oleh, teruatamanya dalam keadaan sehat walfiyat, semuanya terus berusaha untuk menyampaikan ajaran ahlussunnah wal jamaah. Meskipun ada sebagian aktivis masjid di Jelegong ada yang sempat mengundang ceramah maulidan dari luar, namanya Leni Umar. Jelas pak Saman mengabarkan perkembangan aktivitas majlis majlis teklim yang ada di kampungnya. Bahkan menyampaikan seorang penceramah Leni Umar yang sempat mengisi majlis taklim di daerahnya.
Oh... kenapa Leni Umar ? Pak kiai yang sangat aktiv dan alim itu, kelihatan kaget mendengar penjelasan dari pak Saman itu. Karena di mata pak kiai, Leni Umar adalah seorang muallaf yang belajar Islam berhaluan wahabi atau bukan ahlusunnah wal jamaah.
Dia itu orang tionghoa yang masuk Islam tapi belum belajar islam, sudah berani memberikan ceramah dengan ajaran wahabi di depan mustami nahdiyiin. Lanjut pak kiai menjelaskan sekilas alasan dan asal muasal penceramah wanita itu.
Saya tidak tahu pak kiai, katanya ada salah seorang keluarga dari pak saleh yang sama sama dosen di IAIN sunan gunung jati bersama Leni Umar. Kemudian dia mengundangnya. Jawab pak Saman atas pertanyaan pak kiai tadi.
Ya udah nanti ngobrolnya diterusin lagi yah, saya mau kebelakang dulu lihat-lihat proyek. Akhirnya pak kiai mengkahir pembicaraannya dengan pak saman.
Mau daftar mondokkan pak yah... sudah lihat lihat, keliling-keliling? Orang itu lanjut bertanya kepada pak Saman yang sudah duduk dikursi khusus tamu bersama Rusman. Pak Saman berkata dalam hatinya; ini pasti kiainya.
Betul pak kiai, tadi juga sudah sempat liha-lihat asrama putra. Jawab pak Saman sambil menantap wajah pak kiai yang bersih, sejuk, dan penuh wibawa itu.
Oh alhamdulillah, gimana, ramekan, ada lapangan bola lagi yah? lanjut pak kiai itu bertanya sambil melihat wajah Rusman yang duduk di samping kirinya. Pak kiai ini sudah menduga anak yang duduk disamping pak Saman ini adalah anak yang daftar mondoknya.
Iyah...sudah, betul rame....jawab Rusman sambil melihat pak kiai tersbut. Kelihatan wajah Rusman yang sangat senang dan keliahatan sudah tidak sabar.
Iyah pak kiai, mohon doanya, anak saya ini, memang sudah kemauannya sendiri mau mondok. Sahut pak Saman menjelaskan keadaan anaknya, Rusman sambil dipegang pegang pundaknya.
Oh alhamdulillah, wah hebat, syukurlah kalau memang sudah kemauan sendiri mha. Jawab pak kiai sambil menatap senyum bangga kepada Rusman.
Di pondok mah bakal bertambah teman, bakal tambah ilmu, bakal tambah bekal jajan. Lanjut pak kiai sambil menantap muka Rusman untuk menyakinkan niat baiknya. Pak kiai pun sambil pamit ke Pak Saman, karena acara ke luar.
Insya Allah pak kiai...mohon doanya. Sahut pak Saman sambil menyalami pak kiai, begitu juga Rusman mengikuti ayahnya menyalami pak kiai yang mau mneinggalkan ruangan tersebut.
Silahkan kalau mau tanya –tanya masalah administrasi ke bagian tata usaha saja. Tambah pak kiai menunjukan pak Saman untuk bertanya ke bagian TU kalau ada maslah adminitrasi.
Setelah pak kiai yang menjadi sesepunya pesantren itu pergi meninggalkan ruangan, pak Saman pun melanjutkan urusannya yaitu mencari informasi terkait dengan administrasi sekolah dan pesantren. Pak saman bertanya kepada bagian TU yang berada disamping pintu keluar spertti yang ditunjukan oleh pak kiai tadi.
Disitulah pak Saman dengan bagia TU nya berbincang-bincang maslah adminitrasi sekolah dan pesantren. Rusman yang dari tadi mengikuti terus sama ayahnya selalu menyimak dan memperhatikan apa yang dijelasin oleh semua yang diajak bicara oleh ayahnya, meskipun banyak yang tidak dimengertinya, maklum anak yang masih kelas lima SD belum bisa memahami segala sesuatu dengan utuh.
Sementara ibu Rusman sama Rina menunggu di kursi luar depan kantor tatausaha sekolah. mereka kelihatan sudah bosen menunggu. Tapi Untungnya kantor sekolah itu mengahdap kearah pemandangan yang indah. Penggunungan yang seplah-olah mengeliling pesantren itu menambah keindahn tersendiri bagi pesantren yang santri-santrinya sekitar delapan ratusan itu. Di samping itu, masih di depan kantor sekolah itu ada kali yang airnya mengalir kenceng sangat jernih. Dibawahnya ada hamparan sawah dengan bentuk petak-petak kecil kelihatan bertingkat mengikuti jigjag pengunungan. Sesekali Ibu Rusman dan Rina menghampiri kali yang sangat jernih itu.
Setelah beberapa lama ibu Rusman dan Rina yang sedang menikmati jernihnya air kali itu, tiba-tiba mendengar suara yang memanggil Rina. Suara itu sangat dikenalnya oleh mereka berdua.
Rinaaaa...! Rusman memanggil Rina setelah dia dan ayahnya keluar dari kantor sekolah itu. Rusman tahu bahwa Rina sedang bersama ibunya di pinggir kali di bawah sekolah itu.
Ya ka..... aku di sini, di kali, enak airnya! Sahut Rina menjawab panggilan kakanya, Rusman yang dari tadi ditunggu-tunggu. Sambil memandang kakaknya yang berada di atasnya itu.
Kata ayah, Ayo kita pulang ! lanjut Rusman memanggil ibu dan adiknya itu.
Iyah, iyah.... ! sahut Rina mengiyahkan ajakan kakaknya untuk siap-siap pulang. Ibunya dan Rina pun mulai naik ke arah depan sekolah. Dengan melewati jalan setapak bertingkat itu, mereka menghampiri lagi pak saman dan Rusman yang sudah selesai urusannya sama tata usaha sekolah.
Merekapun mulai jalan menuju pintu gerbang pesantren, tapi dari arah lain, sambil meneruskan lihat-lihatnya ke tempat-tempat yang belum sempat dijajaki tadi. Di tengah-tengah perjalanan sambil melihat aktivitas asrama santri putra dan putri dari kejauhan, tidak sengaja bertemu lagi sama pak kiai yang tadi ketemu di kantor tata usaha sekolah. pak kiai itu kelihatan lagi melambaikan tangannya ke seorang anak perempuan yang masih kecil kira-kira empat tahunan yang sedang duduk main di tepi teras sekolah.
Di hadapan para santri yang sedang lalu lalang dan sebagian ada yang sedang membersihkan sampah halaman depan asrama di area itu, pak kiai tiba-tiba memanggil.
Ya habibatii..., ta’alii, ayo pulang ! panggil pak kiai itu dengan bahasa arab dan campur bahasa lokal pada anak perempuan yang pasti anaknya. Anak perempuan yang lagi asik bermain itu langsung lari menghampirinya
Setelah anak permpuanya itu menghampirinya, tiba-tiba pandangannya mengarah ke rombongan keluarga pak Saman yang sedang keliling melihat-lihat suasana di dalam pesantren itu.
Ehh..ketemu lagi, gimana sudah urusannya di sekolah tadi pak? Pak kiai bertanya langsung ke pak saman yang kebetulan melewatinya. Pak saman pun menjawab sambil tersenyum badan yang sedikit menunduk, karena menghormatinya.
Sudah pak kiai..alhamdulillah sudah jelas dan insyaAllah sudah cocok bagi kami, terutama buat anak saya! Jawab pak saman atas pertanyaan pak kiai itu.
Alhamdulillah...kalau begitu ! lanjut pak kiai menyahut pernyataan pak saman itu, sambil menuntut anak perempuannya berjalan menuju sama sama ke arah pintu gerbang pesantren juga.
Pas didepan pintu gerbang pak kai pun lanjut, berkata.
Ayo mampir dulu pak! Pak kiai mengajak keluarga pak saman untuk mampir dulu ke rumahnya yang terletak dipinggir jalan sebelah kiri pintu gerbang masuk pesantren ternyata.
Terimakasih pak kiai, insya Allah nanti pada saat mengantark anak saya, sekarang karena sudah hampir sore, maka kami akan pamit sekalian dan sekaligus mohon doanya, biar dilnacarkan segala urusannya dan anak saya yang mau mondok ini senantiasa diberikan kesehatan. Sahut pak Saman kepada pak kiai itu sambil sekaligus pamit pulang.
Oh mau langsung pulang saja? Ya sudah, selamat jalan sampai jumpa nanti yah, awas harus mampir pada saat mengantar anaknya yah. Jawab pak kiai sambil menyuruh mampir pada saaat mengantarkan anaknya.
Baik pak pak yai insyaAllah ! sahut pak saman. Sambil menyalami pak kiai yang sangat tawadu dan bersahaja itu. Begitu juga Istrinya pak Saman ikut bersalaman juga, Rusman dan Rina.
Saat Rusman bersalaman sama Pak kiai, diapun ditanya sama pak kiai;
Anak pintar nih, siapa namanya? Kata pak kiai
Rusman ! jawab Rusman sambil diusap-usap kapalanya.
Merupakan kebahagiaan tersendiri kalau seorang alim dan soleh sudah mendoakan sambil mengusap-ngusap kepala. Bagaikan doanya Rasulullah SAW kepada Ibnu Abbas ketika masih kecil, dengan kata –kata; Allahumma Faqqihhu Fidiin wa allimhut ta’wil. Ya Allah berikalan kepada dia pemahaman agama dan berikanlah pengetahuan untuk bisa menjelaskan perhal agama.
Itulah yang dirasakan oleh pak Saman ketika melihat anaknya Rusman mencium tangan pak kiai yang tawadu itu, kemudian beliau mengusap-ngusap kepada anaknya. Semoga anaknya mendapatkan keberkahan dari kesalehan dan kealiman pak kiai.

Mantap ceritanya, jadi pengen mendukung nih
BalasHapus