SANAK SAUDARA YANG SANGAT PEDULI (6)

Udara di pagi hari itu lumayan sejuk paadahal matahari yang memberikan sinar ke bumi, lumayan sudah terasa panas di kulit. Maklum hidup di pesisir sawah jauh dari keramaian warga kampung yang penuh dengan pohon-pohon besar yang dapat mengurangi dan menghalangi jatuhnya sinar matahari langsung ke bumi. Meskipun hanya sekedar pohon buah jambu, pohon buah mangga, yang sering ditemukan di setiap depan rumah warga. Memang rumah pak Saman yang baru dibangun sekitar delapan bulan ini, belum ada pohon-pohon seperti itu. Di sekeliling rumahnya hanya ada tanaman –tanaman lalaban dan sayuran, seperi pohon singkong, ubi jalar, kemangi, dan pohon sereh. Makanya wajar kalau sinar matahari di waktu pagi itu terasa sudah panas. Tetapi udara masih sejuk dan segar. Itulah mungkin salah satu dari tanda atau ciri dari kehidupan di pesisir sawah. 

Pagi itu Rusman yang baru beberapa hari sudah mendapatkan ijazah kelulusan sekolah dasarnya, kelihatan dari wajahnya sudah ingin pergi ke pesantren yang sebulan lalu telah dikunjunginya, untuk segera mondok di sana. Terbukti dia sudah mulai rajin dan tekun mempesiapkan kebutuhan dan keperluan yang akan dibawa ke pesantren nanti. Baik pakaiannya yang sudah mulai dikumpulkan dan sebagian dimasukan ke dalam tas warna krem khusus pakaian yang sudah dibeli ayahnya minggu kemarin. Juga buku-buku dan alat tulisnya, sudah ditempatkan rapi tas rangsel hitam sekolah barunya. Padahal waktu kepergiannya ke pesantren masih dua minggu lagi. 

Pak Saman dan bu Rahmah, kedua orangtua Rusman yang sedang duduk-duduk di ruang tamu  dari tadi memperhatikan terus anaknya yang sedang sibuk mempesiapkan barang-barang yang akan dibawa ke pondok nanti. 

Man, gimana sudah dikumpulin pakaian yang mau dibawa ke pesantren nanti ? tanya pak Saman, ayahnya sambil menyeruput kopi yang masih hangat di samping istrinya. 

Sudah ya man, buku-buku alat tulisnya juga sudah. Jawab Ibunya membantu pertantanyaan ayahnya Rusman. 

Iyah sudah ayah..., semuanya sudah dikumpulin dan sebagian sudah dimasukin ke tas. Sahut Rusman menegaskan lagi apa yang dikatakan oleh ibundanya. 

Ya udah.. tidak usah terlalu banyak bawa pakiannya, bawa seprlunya, ! kata ayahnya sambil menghampiri Rusman yang sedang merapikan tas pakian dan tas bukunya. 

Cukup lima stel yah, ditambah sarung dua, handuk, dan satu peci hitam dan peci putih. Kata ibundanya memastikan apa yang disarankan oleh ayahnya. 

Iyah cukup segitu, kan nanti kalau mau pulang sebulan sekali, bisa diganti lagi pakaiannya. Kata ayahnya sambil melihat-lihat pakaian dan buku yang sudah disiapkan oleh anaknya. 

Nanti, sebelum berangkat ke pondok kamu harus temui dulu, pamit dan minta doa dulu sama saudara-saudara, terutama sama nenek dan Uwa Lili tempat kamu ngaji. Lanjut ayah menyuruh Rusman untuk menemui dulu sanak sudaranya dan ke guru ngajinya.

Iyah Sama ayah tapi yah? jawab Rusman sambil meminta dianterin sama ayahnya. 

Iyah nanti bareng sama ayah. Kata ayahnya. 

Keesokan harinya Rusmanpun pergi ke sanak sodara dengan dibarengi ayahnya, pak Saman. Tempatnya tidak asing lagi bagi Rusman, karena memang merupakan tempat asal kelahiran dia dan asal tinggal pertama sebelum mereka pindah ke psesisir sawah sekarang ini. Mulai dari neneknya dari ibu, adiknya nenek, kemudian paman-pama dan sodara –sodara yang lainnya. 

Pertama ke rumah nenek Amah. Kebetulan sedang berada di rumahnya. Biasanya nenek Amah ini kalau tidak ke sawah, paling keliling kampung menjajagin barang daganganya. Tapi saat itu, Kelihatan nenek sedang nagasih makan ayam-ayam peliharaanya. Di dalam rumahnya ada bibinya, yaitu adik ibu Rusman yang paling bontot sedang bersih-bersih. Adik ibu Rusman yang paling bontot ini bernama Lela, masih sekolah di SMEA. 

Rusman dan ayahnyapun setelah mengucapkan salam dan mengetuk pintu,  langsung masuk lewat belakang rumah menghampiri neneknya yang sedang ngasih makan ayam-ayamnya itu. 

Asssalamu’alaikum, Nek... aku seminggu lagi mau pergi ke pesantren doain yah! Rusman yang kelihatan masih kanak-kanak  dan lugu itu, tidak basa basi sama neneknya. Dia langsung mengabarkan rencana kepergiannya ke pesantren. 

Eh.. Rusman, sama siapa ke sini? Sahut neneknya yang  sedang memberi makan ayam itu, kelihatan sedikit kaget dengan suara Rusman yang ujug-ujug berkata seperti itu. 

Sama ayah nek, itu ayah. Jawab Rusman sambil menujuk ayahnya sedang mengahmpiri neneknya. 

Assalamu’alaikum, sehat mak, tambah banyak ayamnya?  sapa ayah Rusman sambil salam mencium tangan nenek Amah. 

Alhamdulillah sehat, iyah tapi lagi susah cari pakannya. Jawab nenek Aman sambil menaro tempat pakan ayamnya. 

Kapan berangkatnya Rusman ke pesantren, sam? Nenek Amah balik tanya sama mantunya sambil menarik bangku untuk didudukinya. 

Hari minggu besok mak, insya Allah. Jawab mantunya sambil menutup pintu belakang rumah yang masih terbuka itu. 

Ke pesantren mana? Terus tanya mertuanya yang sudah tua tapi masih kuat kerja itu. 

Ke Baitul Arqom pacet, sama anaknya kang Memed, mak? Jawab lagi mantunya itu. 

Man... nenek, yang rajin ya belajarnya, biar berhasil, harus baik sama orang, sama teman, harus jujur yah! kata nenek Amah yang sangat sayang sama cucu-cucunya. Sambil menyodorkan makanan tape singkong.

Ayo dimakan tuh, ga punya makanan nenek mah. Lanjut nenek Amah menawarkan makanan nya.

Iyah nek...! jawab Rusman sambil mengambil langsung makanan yang disodorkan neneknya itu.

Insya Allah mau ikut nganterin kalau sehat yah. lanjut nenek Amah mengabarkan kalau dia mau ikut nganterin kalau badanya sehat. Maklum nenek Amah ini sudah agak sepuh meskipun penampilannya kaya masih muda. Ya wajar dia sudah bercucukan lima belas dari tujuh anaknya. 

Iyah nenek ikut, asyik .... Rusman tampak senang mendengar neneknya mau ikut nganterin ke pondok.. 

Kalau ada waktu dan sehat yah, `kata nenek Amah sambil mengusap kepala cucuknya itu. 

Ya udah emak, pamit dulu kalau gitu. Ayp man kita pulang..! pak saman pun pamit izin pulang kepada mertuanya itu. 

Setelah menemui sanak sodaranya terutama neneknya yang lumayan lebih lama dibanding kepada sodara yang lainnya. Merekapun pulang. Sepulang dari sanak sodara, Rusmanpun tidak pulang dengan tangan kosong. Berkat kesayangaannya sodara-sodara kepada Rusman yang akan pergi mondok, pastinya dia akan jauh dari orangtuanya yang selama ini menjadi tumpuan hidupnya. Mereka bisa membayangkan betapa kasihannya anak sekecil Rusman sudah berani hidup jauh dari orangtua demi keinginan mencari ilmu. Terfikir sama mereka bagaimana nanti disana hidup sehari-harinya, makan minum, tidur, mandi, dan mencuci. Saking sayang dan rasa ibanya mereka kepada anak kecil ini, akhirnya merekapun sanaksodaranya ini tidak ragu ragu lagi untuk memberinya uang untuk menambah-nambah bekal di ponodoknya. Ada juga yang menberinya makanan dan juga sarung dan peci untuk dipake di pondok. 

Wah bawa apaan itu nak ? belum juga sampai masuk rumah, tanya ibu Rusman dari kejauhan ketika anaknya bawa sesuatu yang membuat penasaran. 

Ini mak, dikasih makanan dari bi erna, ini sarung dari bi Edah, ini Peci dari mang Dana. Dan ini uang dari Nenek jugaI jawab Rusman pertanyaan ibunya, sambil menjelaskan satu satu barang didapatnya. 

Wah Alhamdulillah, nah kan banyak hadiahnya kalau kita mau mondok mah. Kata ibu Rusman sambil membantu merapikan semua pemberian tessebut. 

Sudah terasa besoknya sudah hari jumat, Pak Samanpun segera bersia-siap menyarter mobil untuk mengantarkan anaknya ke pesantren dengan beberapa saudara yang mau ikut menyertainya terutama nenek Amah. Pagi jumat itu juga dia pergi ke Jalan utama untuk mencari angkot yang siap dicarter. Dalam beberapa menit, angkotpun didapatkannya. Setelah saling meanawar harga carterannya. Maka pak Saman dengan supirnya membuat perjanjian waktunya yaitu sekitar pukul 13.30 setelah salat jumat. Setelah itu Pak Samanpun kembali ke rumah dan siap-siap untuk salat jumat.

Bu ! mobilnya sudah dapat , nanti jam 1 an kita berangkat. Sahut Pak saman sesampai di rumahnya memanggil istrinya. 

Iyah kang! Jawab istrinya, bu Rahmah sambil mengerjakan masakannya di dapur yang dibantu oleh bi Eda adiknya ibu Rusman

Pukul 13.30 pun tiba, mobil angkot yang dicarter pak Samanpun sudah siap menunggu di depan kantor kelurahan, sekitar seratus meteraan dari rumah pak Saman.  Di rumah pak Saman, Rusman sudah siap dengan barang yang akan dibawa ke pondoknya. Dengan satu tas berukuran sedang beisikan pakaian, satu tas rangsel berisikan buku dan alat tulis, dan satu kantong plastik yang berisi makanan untuk dmakan sesampainya di pondok. 

Nenek Karsi, ibu dari pak Saman, tidak bisa mengantar Rusman ke pondok seperti nenek Amah, karena sudah tidak kuat naik-naik kednaraan. Nenek Karsih yang ada sedang duduk di kursi depan bersama para tetangga yang sengaja datang untuk menemui Rusman, memanggil Rusman dengan nada lirih.

Man kemari sebentar, nenek mau ngomong ! kata Nenek Karsi sambil  memegang kepala Rusman.

Baik baik di pondok yah, yang rajin belajar, dan rajin ibadah. Nih ini dari nenek buat nambah bekal yah ! tambah nenek Karsih sambil  masukin uang ke dalam kantong baju kokonya Rusman yang tdak tahu berapa rupiah. 

Iyah nek ! sahut Rusman sambil menyalamin dan memeluk neneknya yang selama ini tinggal bersama di rumahnya. 

Setelah Rusman menyalami semua saudara-saudaranya, Pak Samanpun, ayahnya langsung memohon pamit dan doa kepada semuanya dan sembari mengucapakan basamalah dan niat mengantarkan anaknya untuk mencari ilmu, dia bersama istrinya, nenek Amah, tidak terkeculai adek Rusman, Rina, semua mulai berjalan menuju ke Mobil yang sudah siap menunggu. 

Tepat pada jam 2 siang, mobil angkot carteran itu, mulai berlaju dengan ditumpangi oleh keluarga pak Saman untuk mengantar anaknya ke pesantren. Jalan yang diambil menuju pesantren itu seperti jalan ketika pak Saman dengan Rusman pergi survei atau melihat-lihat pesantren itu pada tiga minggu yang lalu. 

Rusmanpun ketika meninggalkan rumahnyapun, keliahatan biasa saja, tidak kelihatan ada muka sedih atau berat. Dia bena-benar tampak biasa saja. Yang ada malah wajah sumringah yang menandakan bahwa keinginan untuk masuk pondok itu teryata terbukti bagi. Sehingga buat Rusaman hal ini merupakan suasana baru. Sudah terbayang di fikiran Rusman, suasana hidup dipondok dengan penuh kegiatan mengaji dan banyak teman dari bernagai daerah. 


ORDER VIA CHAT

Produk : SANAK SAUDARA YANG SANGAT PEDULI (6)

Harga :

https://www.httpsruyatismail.my.id/2022/09/sanak-saudara-yang-sangat-peduli.html

ORDER VIA MARKETPLACE

Diskusi (1)

  1. Bahagia itu, sesuatu yang kita inginkan dan butuhkan dapat tercapai

    BalasHapus